Briliant Jerk Bergandeng Toxic Behaviour

Dewasa ini kita diperkenalkan dengan sebuah istilah yang sudah mulai popular dikalangan gen-z dan Alpha yakni Briliang Jerk. Istilah “Brilliant Jerk” merujuk pada seseorang yang sangat berbakat, cerdas, atau ahli dalam bidangnya (brilliant), tetapi memiliki sikap atau perilaku yang buruk, egois, atau merusak lingkungan kerja (jerk). Meskipun kontribusi mereka mungkin signifikan, dampak negatif mereka terhadap budaya tim, moral, atau kolaborasi sering kali lebih besar daripada manfaat yang mereka bawa. 

Dalam kehidupan bermasyarakat dan pekerjaan pasti kita akan bertemu dengan orang-orang yang kita kategorikan sebagai orang pintar atau genius secara intelektual, tetapi berbanding terbalik apabila kita sandingkan dengan perilaku (behaviour) maupun moralitas. Oleh sebab itu, tidak salah apabila saya memberikan judul dari tulisan ini briliang jerk bergandeng dengan toxic behaviour.

Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa orang-orang yang kita kategorikan pintar dan cemerlang memiliki side effect ataupun dark effect dan itu bisa berkorelasi langsung toxic behaviour. Robert Sutton dari Standford University menguraikan toxic behaviour dalam bukunya The No Asshole Rule bahwa tidak jarang seorang yang mengalami toxic behaviour sering menerapkan :
• Manipulasi: Menggunakan taktik licik untuk mengontrol atau memengaruhi orang lain.
• Bullying: Perilaku intimidasi, baik secara verbal, fisik, atau psikologis.
• Gossiping: Menyebarkan rumor atau membicarakan orang lain secara negatif.
• Narsisme: Sikap egois yang berlebihan dan kurangnya empati.
• Micromanagement: Mengontrol secara berlebihan dan tidak mempercayai kemampuan orang lain.
• Passive-aggressiveness: Menunjukkan sikap bermusuhan secara tidak langsung, seperti mengabaikan atau meremehkan orang lain.
• Blaming: Selalu menyalahkan orang lain tanpa introspeksi diri.

Tak jarang dampak yang dihasilkan dari seorang brilliant jerk yang mengalami toxic behaviour adalah :
• Mengganggu kenyamanan orang lain
• Membuat kita sulit untuk memiliki hubungan sosial yang baik
• Menciptakan budaya yang tidak sehat
• Menghambat pertumbuhan dan kemajuan bersama

Alan Goldman dalam bukunya “transforming toxic leader” memberikan suggestion agar seorang pemimpin yang mengalami toxic behaviour maka dirinya harus menjalani leader detoxification atau proses membuang perilaku beracun dan berbagai ‘zat-zat perusak diri yang selama ini merenggut hati, pikiran dan perasaannya. Jikalau ia dapat melewati proses detoxifikasi ini secara baik, maka ia akan mengalami sebuah tranformasi. Si brilliant jerk akan menjadi brilliant gold.

Mari peka dan kenali lingkungan dan tempat kerja kita mungkin disecara sadar ataupun tak sadar kita bersama-sama dengan brilliant jerek dan toxic behaviour. Mungkin mereka adalah teman atau bahkan pimpinan kita.

Sharing is caring

Post Comment

You May Have Missed